BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah
telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang
memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam
mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia
yang adil dan makmur. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan
sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan
dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu
memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Namun
globalisasi telah membuat nilai-nilai bangsa kita sudah luntur. Hilangnya
budaya malu dapat dijadikan contoh yang tidak baik bagi generasi muda kita.
Sebenarnya dasar kita sudah cukup kuat, tapi lunturnya nilai itu karena
pembangunan kita lebih terfokus ke sektor ekonomi tanpa memikirkan keseimbangan
di sektor lain. Ini harus diperbaiki untuk generasi muda kita. Yang dilihat
mereka adalah contoh yang diberikan generasi tua. Pemerintah juga tidak boleh
mengatasnamakan kepentingan umum untuk mengorbankan kepentingan rakyat.
B.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang akan di bahas
dalam makalah ini antara lain :
1.
Apa
saja nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila ?
2. Apa pengaruh globalisasi terhadap budaya di Indonesia ?
3. Apa tindakan yang mendorong timbulnya Globalisasi kebudayaan
dan cara mengantisipasi adanya globalisasi kebudayaan ?
4. Bagaimana peranan pendidikan Pancasila dalam menghadapi
pengaruh globalisasi atau pergeseran nilai ?
C.
TUJUAN
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1.
Mengetahui nilai – nilai yang terkandung dalam
pancasila.
2. Mengetahui
pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan bangsa.
3. Untuk
meningkatkan kesadaran remaja agar menjunjung tinggi kebudayaan bangsa dan
tanah airnya sendiri karena kebudayaan merupakan jati diri bangsa.
4.
Mengetahui
peranan Pancasila dalam menghadapi pengaruh GLOBALISASI.
5.
Agar pembaca dapat mengambil pedoman
dari nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dalam menghadapi pengaruh
Globalisasi.
BAB II
A.
PEMBAHASAN
1.
NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM
PANCASILA
a) Ketuhanan Yang Maha Esa
·
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan
ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·
Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
·
Mengembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan
yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·
Membina kerukunan hidup di antara
sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
·
Mengembangkan sikap saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing.
·
Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
b)
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
·
Mengakui dan memperlakukan
manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa.
·
Mengakui persamaan derajad,
persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku,
keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit
dan sebagainya.
·
Mengembangkan sikap saling
mencintai sesama manusia.
·
Mengembangkan sikap saling tenggang
rasa dan tepa selira.
·
Mengembangkan sikap tidak semena-mena
terhadap orang lain.
·
Menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan.
·
Gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan.
·
Berani membela kebenaran dan
keadilan.
·
Bangsa Indonesia merasa dirinya
sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
·
Mengembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
c)
Persatuan Indonesia
·
Mampu menempatkan persatuan,
kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
·
Sanggup dan rela berkorban untuk
kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
·
Mengembangkan rasa cinta kepada
tanah air dan bangsa.
·
Mengembangkan rasa kebanggaan
berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
·
Memelihara ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
·
Mengembangkan persatuan Indonesia
atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
·
Memajukan pergaulan demi
persatuan dan kesatuan bangsa.
d)
Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
·
Sebagai warga negara dan warga
masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban
yang sama.
·
Tidak boleh memaksakan kehendak
kepada orang lain.
·
Mengutamakan musyawarah dalam
mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
·
Musyawarah untuk mencapai mufakat
diliputi oleh semangat kekeluargaan.
·
Menghormati dan menjunjung tinggi
setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
·
Dengan i’tikad baik dan rasa
tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
·
Di dalam musyawarah diutamakan
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
·
Musyawarah dilakukan dengan akal
sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
·
Keputusan yang diambil harus
dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
·
Memberikan kepercayaan kepada
wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
e)
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
·
Mengembangkan perbuatan yang
luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
·
Mengembangkan sikap adil terhadap
sesama.
·
Menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajiban.
·
Menghormati hak orang lain.
·
Suka memberi pertolongan kepada orang
lain agar dapat berdiri sendiri.
·
Tidak menggunakan hak milik untuk
usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
·
Tidak menggunakan hak milik untuk
hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
·
Tidak menggunakan hak milik untuk
bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
·
Suka bekerja keras.
·
Suka menghargai hasil karya orang
lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
·
Suka melakukan kegiatan dalam
rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
2.
A) GLOBALISASI DAN BUDAYA
Gaung
globalisasi, yang sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20, telah membuat
masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-siap menerima
kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah
satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan,
kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh
masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap
berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang
mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan (Koentjaraningrat),
dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita. Oleh karena
itu nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau
psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan
ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang
sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang
bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah
kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan Bagi bangsa Indonesia aspek
kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai
yang beragam, termasuk keseniannya. Kesenian rakyat, salah satu bagian dari
kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi. Globalisasi
dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini tentunya dipengaruhi
oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan
berita namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu
masalah yang paling krusial atau penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan
bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan
negara-negara berkembang seperti Indonesia. Mereka yang memiliki dan mampu
menggerakkan komunikasi internasional justru negara-negara maju. Akibatnya,
negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir akan tertinggal
dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial,
budaya, termasuk kesenian kita. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses
ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga
ia mampu mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi internasional
telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa
cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga
melibatkan manusia secara menyeluruh. Simon Kemoni, sosiolog asal Kenya
mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai
budaya dan nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan
berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan perkembangan baru sehingga mereka
dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran. Tetapi, menurut Simon
Kimoni, dalam proses ini, negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya mereka
dan memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya
asing. Dalam rangka ini, berbagai bangsa haruslah mendapatkan informasi ilmiah
yang bermanfaat dan menambah pengalaman mereka. Terkait dengan seni dan budaya,
Seorang penulis asal Kenya bernama Ngugi Wa Thiong’o menyebutkan bahwa perilaku
dunia Barat, khususnya Amerika seolah-olah sedang melemparkan bom budaya
terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa
pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari
indentitas budaya nasionalnya. Penulis Kenya ini meyakini bahwa budaya asing
yang berkuasa di berbagai bangsa, yang dahulu dipaksakan melalui imperialisme,
kini dilakukan dalam bentuk yang lebih luas dengan nama globalisasi.
B)
GLOBALISASI DALAM KEBUDAYAAN TRADISIONAL DI
INDONESIA
Proses saling mempengaruhi adalah
gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi dengan
berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok masyarakat
yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami proses
dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan berubah merupakan sifat yang penting
dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri
dengan keadaan yang senantiasa berubah. Perubahan yang terjadi saat ini
berlangsung begitu cepat. Hanya dalam jangka waktu satu generasi banyak
negara-negara berkembang telah berusaha melaksanakan perubahan kebudayaan,
padahal di negara-negara maju perubahan demikian berlangsung selama beberapa
generasi. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang
karena adanya pengaruh-pengaruh luar. Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi
dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses globalisasi. Oleh
karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun juga terkait dengan
masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan makna yang terlekat di dalamnya
masih tetap berarti.. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk
dalam berbagai hal, seperti anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan wilayah
geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat dicerminkan pula
dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan
pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dapat mengembangkan
keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang dikembangkannya itu menjadi
model-model pengetahuan dalam masyarakat.
C)
PERUBAHAN BUDAYA DALAM GLOBALISASI KESENIAN YANG BERTAHAN DAN YANG TERSISIHKAN
Perubahan budaya yang terjadi di
dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi
masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju
pluralisme nilai dan norma social merupakan salh satu dampak dari adanya
globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara
mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan
batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah
kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia
secara menyeluruh. Misalnya saja khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan
yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Sekarang
ini setiap hari kita bisa menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari
negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui stasiun
televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap
melalui parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia.
Sementara itu, kesenian-kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, VCD,
dan DVD yang berasal dari manca negara pun makin marak kehadirannya di
tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa
negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam
globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga. Peristiwa transkultural seperti
itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian
tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu
dijaga kelestariannya. Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang
semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif tawaran
hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika
dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan parabola masyarakat bisa
menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari
berbagai belahan bumi. Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin
tersisihnya kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia
yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja
bentuk-bentuk ekspresi kesenian etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun istana,
selalu berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian. Dengan
datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan
sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai
bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang
bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian,
bukan berarti semua kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai
kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus
berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju teknologi
informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang
ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi
masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai
seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka.
Misalnya saja kesenian tradisional wayang orang Bharata, yang terdapat di
Gedung Wayang Orang Bharata Jakarta kini tampak sepi seolah-olah tak ada
pengunjungnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu
bentuk kesenian tradisional Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan
moral, dan merupakan salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik,
menurut saya. Contoh lainnya adalah kesenian Ludruk yang sampai pada tahun
1980-an masih berjaya di Jawa Timur sekarang ini tengah mengalami “mati suri”.
Wayang orang dan ludruk merupakan contoh kecil dari mulai terdepaknya kesenian
tradisional akibat globalisasi. Bisa jadi fenomena demikian tidak hanya dialami
oleh kesenian Jawa tradisional, melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian
tradisional di berbagai tempat di Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti
semua kesenian tradisional mati begitu saja dengan merebaknya globalisasi. Di
sisi lain, ada beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah
mengalami perubahan fungsi. Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan
mentransformasikan diri dengan teknologi komunikasi yang telah menyatu dengan
kehidupan masyarakat, misalnya saja kesenian tradisional “Ketoprak” yang
dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok Srimulat. Kenyataan di atas
menunjukkan kesenian ketoprak sesungguhnya memiliki penggemar tersendiri,
terutama ketoprak yang disajikan dalam bentuk siaran televisi, bukan ketoprak
panggung. Dari segi bentuk pementasan atau penyajian, ketoprak termasuk
kesenian tradisional yang telah terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan
zaman. Selain ketoprak masih ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu
beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu wayang kulit. Beberapa dalang
wayang kulit terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan Ki Anom Suroto tetap
diminati masyarakat, baik itu kaset rekaman pementasannya, maupun pertunjukan
secara langsung. Keberanian stasiun televisi Indosiar yang sejak beberapa tahun
lalu menayangkan wayang kulit setiap malam minggu cukup sebagai bukti akan
besarnya minat masyarakat terhadap salah satu khasanah kebudayaan nasional
kita. Bahkan Museum Nasional pun tetap mempertahankan eksistensi dari kesenian
tradisonal seperti wayang kulit dengan mengadakan pagelaran wayang kulit tiap
beberapa bulan sekali dan pagelaran musik gamelan tiap satu minggu atau satu
bulan sekali yang diadakan di aula Kertarajasa, Museum Nasional.
D)
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP BUDAYA BANGSA
Arus globalisasi saat ini telah
menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia . Derasnya
arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang
mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T
(Transportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan berkurangnya
keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya Indonesia yang
dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan budaya barat,
misalnya pergaulan bebas. Di Tapanuli (Sumatera Utara) misalnya, duapuluh tahun
yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang berminat untuk belajar tari
tor-tor dan tagading (alat musik batak). Hampir setiap minggu dan dalam acara
ritual kehidupan, remaja di sana selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya
yang meriah. Saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya
kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan
hanya dapat disaksikan di televisi dan Taman Mini Indonesi Indah (TMII).
Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain
dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah
baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan
bagi masyarakat sekitarnya. Hal lain yang merupakan pengaruh globalisasi adalah
dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik dan benar (bahasa juga salah satu
budaya bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal
dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu
sebagai pertimbangan nilai rasa. Sekarang ada kecenderungan di kalangan anak
muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti
penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak
muda mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti
OK, No problem dan Yes’, bahkan kata-kata makian (umpatan) sekalipun yang
sering kita dengar di film-film barat, sering diucapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Kata-kata ini disebarkan melalui media TV dalam film-film, iklan
dan sinetron bersamaan dengan disebarkannya gaya hidup dan fashion . Gaya
berpakaian remaja Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan
telah berubah mengikuti perkembangan jaman. Ada kecenderungan bagi remaja putri
di kota-kota besar memakai pakaian minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh
tertentu. Budaya perpakaian minim ini dianut dari film-film dan majalah-majalah
luar negeri yang ditransformasikan kedalam sinetron-sinetron Indonesia .
Derasnya arus informasi, yang juga ditandai dengan hadirnya internet, turut
serta `menyumbang` bagi perubahan cara berpakaian. Pakaian mini dan ketat telah
menjadi trend dilingkungan anak muda. Salah satu keberhasilan penyebaran
kebudayaan Barat ialah meluasnya anggapan bahwa ilmu dan teknologi yang
berkembang di Barat merupakan suatu yang universal. Masuknya budaya barat
(dalam kemasan ilmu dan teknologi) diterima dengan `baik`. Pada sisi inilah
globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur
(termasuk Indonesia ) sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan
nilai-nilai ketimuran.
3.
TINDAKAN YANG MENDORONG TIMBULNYA GLOBALISASI
KEBUDAYAAN DAN CARA MENGANTISIPASI ADANYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN
Peran
kebijaksanaan pemerintah yang lebih mengarah kepada pertimbangan-pertimbangan
ekonomi daripada cultural atau budaya dapat dikatakan merugikan suatu
perkembangan kebudayaan. Jennifer Lindsay (1995) dalam bukunya yang berjudul
‘Cultural Policy And The Performing Arts In South-East Asia’, mengungkapkan
kebijakan kultural di Asia Tenggara saat ini secara efektif mengubah dan
merusak seni-seni pertunjukan tradisional, baik melalui campur tangan,
penanganan yang berlebihan, kebijakan-kebijakan tanpa arah, dan tidak ada
perhatian yang diberikan pemerintah kepada kebijakan kultural atau konteks
kultural. Dalam pengamatan yang lebih sempit dapat kita melihat tingkah laku
aparat pemerintah dalam menangani perkembangan kesenian rakyat, di mana
banyaknya campur tangan dalam menentukan objek dan berusaha merubah agar sesuai
dengan tuntutan pembangunan. Dalam kondisi seperti ini arti dari kesenian
rakyat itu sendiri menjadi hambar dan tidak ada rasa seninya lagi. Melihat
kecenderungan tersebut, aparat pemerintah telah menjadikan para seniman
dipandang sebagai objek pembangunan dan diminta untuk menyesuaikan diri dengan
tuntutan simbol-simbol pembangunan. Hal ini tentu saja mengabaikan masalah
pemeliharaan dan pengembangan kesenian secara murni, dalam arti benar-benar
didukung oleh nilai seni yang mendalam dan bukan sekedar hanya dijadikan model
saja dalam pembangunan. Dengan demikian, kesenian rakyat semakin lama tidak
dapat mempunyai ruang yang cukup memadai untuk perkembangan secara alami atau
natural, karena itu, secara tidak langsung kesenian rakyat akhirnya menjadi
sangat tergantung oleh model-model pembangunan yang cenderung lebih modern dan
rasional. Sebagai contoh dari permasalahan ini dapat kita lihat, misalnya
kesenian asli daerah Betawi yaitu, tari cokek, tari lenong, dan sebagainya
sudah diatur dan disesuaikan oleh aparat pemerintah untuk memenuhi tuntutan dan
tujuan kebijakan-kebijakan politik pemerintah. Aparat pemerintah di sini turut
mengatur secara normatif, sehingga kesenian Betawi tersebut tidak lagi terlihat
keasliannya dan cenderung dapat membosankan. Untuk mengantisipasi hal-hal yang
tidak dikehendaki terhadap keaslian dan perkembangan yang murni bagi kesenian
rakyat tersebut, maka pemerintah perlu mengembalikan fungsi pemerintah sebagai
pelindung dan pengayom kesenian-kesenian tradisional tanpa harus turut campur
dalam proses estetikanya. Memang diakui bahwa kesenian rakyat saat ini
membutuhkan dana dan bantuan pemerintah sehingga sulit untuk menghindari
keterlibatan pemerintah dan bagi para seniman rakyat ini merupakan sesuatu yang
sulit pula membuat keputusan sendiri untuk sesuai dengan keaslian
(oroginalitas) yang diinginkan para seniman rakyat tersebut. Oleh karena itu
pemerintah harus ‘melakoni’ dengan benar-benar peranannya sebagai pengayom yang
melindungi keaslian dan perkembangan secara estetis kesenian rakyat tersebut
tanpa harus merubah dan menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan politik.
Globalisasi informasi dan budaya yang terjadi menjelang millenium baru seperti
saat ini adalah sesuatu yang tak dapat dielakkan. Kita harus beradaptasi
dengannya karena banyak manfaat yang bisa diperoleh. Harus diakui bahwa
teknologi komunikasi sebagai salah produk dari modernisasi bermanfaat besar
bagi terciptanya dialog dan demokratisasi budaya secara masal dan merata.
Globalisasi mempunyai dampak yang besar terhadap budaya. Kontak budaya melalui
media massa menyadarkan dan memberikan informasi tentang keberadaan nilai-nilai
budaya lain yang berbeda dari yang dimiliki dan dikenal selama ini. Kontak
budaya ini memberikan masukan yang penting bagi perubahan-perubahan dan
pengembangan-pengembangan nilai-nilai dan persepsi dikalangan masyarakat yang
terlibat dalam proses ini. Kesenian bangsa Indonesia yang memiliki kekuatan
etnis dari berbagai macam daerah juga tidak dapat lepas dari pengaruh kontak
budaya ini. Sehingga untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap
perubahan-perubahan diperlukan pengembangan-pengembangan yang bersifat global
namun tetap bercirikan kekuatan lokal atau etnis. Globalisasi budaya yang
begitu pesat harus diantisipasi dengan memperkuat identitas kebudayaan
nasional. Berbagai kesenian tradisional yang sesungguhnya menjadi aset kekayaan
kebudayaan nasional jangan sampai hanya menjadi alat atau slogan para pemegang
kebijaksanaan, khususnya pemerintah, dalam rangka keperluan turisme, politik
dsb. Selama ini pembinaan dan pengembangan kesenian tradisional yang dilakukan
lembaga pemerintah masih sebatas pada unsur formalitas belaka, tanpa menyentuh
esensi kehidupan kesenian yang bersangkutan. Akibatnya, kesenian tradisional
tersebut bukannya berkembang dan lestari, namun justru semakin dijauhi
masyarakat. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi oleh kesenian rakyat cukup
berat. Karena pada era teknologi dan komunikasi yang sangat canggih dan modern
ini masyarakat dihadapkan kepada banyaknya alternatif sebagai pilihan, baik
dalam menentukan kualitas maupun selera. Hal ini sangat memungkinkan keberadaan
dan eksistensi kesenian rakyat dapat dipandang dengan sebelah mata oleh
masyarakat, jika dibandingkan dengan kesenian modern yang merupakan imbas dari
budaya pop. Untuk menghadapi hal-hal tersebut di atas ada beberapa alternatif
untuk mengatasinya, yaitu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM ) bagi para
seniman rakyat. Selain itu, mengembalikan peran aparat pemerintah sebagai
pengayom dan pelindung, dan bukan sebaliknya justru menghancurkannya demi
kekuasaan dan pembangunan yang berorientasi pada dana-dana proyek atau
dana-dana untuk pembangunan dalam bidang ekonomi saja
4.
PERANAN
PANCASILA DALAM MENGHADAPI PENGARUH GLOBALISASI
Fenomena
Globalisasi adalah fenomena dimana batasan-batasan antar negara seakan memudar
karena terjadinya berbagai perkembangan disegala aspek kehidupan,khususnya
dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan terjadinya perkembangan
berbagai aspek kehidupan khususnya dibidang IPTEK, maka manusia dapat pergi dan
berpindah ke berbagai negara dengan lebih mudah serta mendapatkan berbagai
informasi yang ada dan yang terjadi didunia. Namun fenomena Globalisasi ini
tidak selalu positif, berbagai perubahan yang terjadi akibat dari Globalisasi
sudah sangat terasa, baik itu dibidang Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, dan
Teknologi Informasi. Berbagai dampak negatif terjadi karena manusia kurang
memfilter dampak dari globalisai sehingga lebih banyak mengambil hal-hal
negatif daripada hal-hal positif yang sebenarnya bisa lebih banyak kita
dapatkan dari fenomena globalisasi. Dalam hal ini pancasila sebagai dasar
negara Indonesia haruslah menjadi sebuah acuan dalam menjalankan kehidupan
berbangsa dan bernegara, berbagai tantangan dalam menjalankan ideologi
Pancasila juga tidak mampu untuk menggantikan Pancasila sebagai ideologi bangsa
Indonesia, Pancasila terus dipertahankan oleh segenap bangsa Indonesia sebagai
dasar negara, itu membuktikan bahwa Pancasila merupakan Ideologi yang sejati
untuk bangsa Indonesia.oleh karena itu tantangan di era Globalisasi yang bisa
mengancam eksistensi kepribadian bangsa, dan kini mau tidak mau,suka tidak
suka, bangsa indonesia berada di pusaran arus globalisasi Dunia. Tetapi harus
diingat bahwa bangsa dan negara Indonesia tak mesti kehilangan jati diri kendati hidup ditengah-tengah pergaulan dunia.
Hal itu tidak akan terjadi karena kunci persoalan tersebut terletak pada pancasila
sebagai pandangan hidup dan dasar negara. Bila rakyat dan bangsa Indonesia
konsisten menjaga nilai-nilai luhur bangsa, maka nilai-nilai atau budaya dari
luar yang tidak baik akan tertolak dengan sendirinya secara otomatis. Cuma
persoalannya, dalam kondisi yang serba terbuka seperti ini, justru jati diri
bangsa Indonesia tengah berada pada titik Nadi. Bangsa dan rakyat indonesia
kini seakan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga budaya atau nilai-nilai
dari luar baik yang sesuai maupun yang tidak sesui semuanya ditelan secara
mentah-mentah. Nilai-nilai yang datang dari luar serta merta dinilai bagus
sedangkan nilai-nilai luhur yang telah tertanam sejak lama dalam hati sanubari
rakyat seakan-akan telah usang. Dalam kondisi ini sekali lagi peran pancasila
sebagai pandangan hidup dan dasar negara memegang peranan penting. Pancasila
akan menilai nilai-nilai mana saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan
nilai-nilai pancasila itu sendiri. Dengan begiu, nilai-nilai baru yang
berkembang nantinya tetap berada diatas kepribadian bangsa Indonesia. Pasalnya
setiap bangsa didunia sangat memerlukan pandangan hidup agar mampu berdiri
kokoh dan mengetahui dengan jelas arah dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan
pandangan hidup, suatu bangsa mempunyai suatu pedoman dalam memandang setiap
persoalan yang dihadapi serta mencari solusi dari persoalan tersebut. Dalam
pandangan hidup terkandung konsep mengenai dasar kehidupan yang dicita-citakan
suatu bangsa.karena itu, dalam pergaulan kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa
Indonesia tidak bisa begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan
bangsa lain, tanpa menyesuaikan dengan pandangan hidup dan kebutuhan bangsa
Indonesia sendiri.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Jadi
kesimpulan dari makalah ini adalah bangsa dan negara Indonesia tidak bisa
menghindari akan adanya tantangan Globalisasi, akan tetapi dengan menjadikan
pancasila sebagai pedoman dalam menghadapi Globalisasi bangsa Indonesia akan
tetap bisa menjaga eksistensi dan jatidiri bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Kuntowijoyo,Mizan 1997.Budaya
Elite dan Budaya Massa dalam Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam
Masyarakat Komoditas Indonesia,
Sapardi Djoko Damono, Mizan 1997. Kebudayaan
Massa dalam Kebudayaan Indonesia: Sebuah Catatan Kecil dalam Ecstasy Gaya
Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia
Fuad Hassan. Koenjaraningrat.
1990. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Habib Mustopo, M.1992. Ideologi Pancasila dalam
Menghadapi Globalisasi dan EraTinggal Landas. Bandungan-Ambarawa: Panitia
Seminar dan Loka Karya
Nasional MKDU Pendidikan Pancasila
Dosen-dosen PTN/PTS dan Kedinasan Pada tanggal 29 – 30 September 1992.
Hardono Hadi, P. 1994.Hakikat dan Muatan Filsafat
Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Kansil, C.S.T.1971. Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Jakarta: Pradnya
Damardjati Supadjar.1990. Konsep
Kefilsafatan tentang Tuhan Menurut Alfred Nort Whitehead. Yogyakarta:
Disertasi Doktor di UGM.
Dibyasuharda. 1990.Dimensi
Metafisik dalam Simbol: Ontologi mengenai Akar Simbol.Yogyakarta: Disertasi
Doktor di UGM.
Driyarkara, N.1959. Pantjasila dan Religi.
Yogyakarta: Makalah disampaikan pada Seminar Pantjasila I di
Yogyakarta tanggal 16 sampai 20 Februari
Sumber refrensi
http://www.google=pengaruh globalisasi terhadap eksistensi kebudayaan
daerah.com/
http://www.opensubcriber.com/
0 komentar:
Posting Komentar